%20(1).gif)
.gif)
%20(1)-min.png)
Jakarta, Kabaran.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap alasan pemilik biro perjalanan haji PT Zahra Oto Mandiri atau Uhud Tour, Khalid Basalamah, mengembalikan uang terkait dugaan korupsi kuota tambahan haji 2024 dengan skema cicilan. Khalid sendiri diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini.
“Kenapa ini dicicil, karena pengembalian dilakukan dalam pecahan dolar AS. Ada limitasi penarikan di perbankan, jadi tidak bisa sekaligus,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/9/2025) malam.
Asep memastikan, hingga kini pengembalian uang masih berlangsung dan akan diumumkan secara lengkap setelah semua dana terkumpul.
“Hingga saat ini masih bertahap, nanti jumlah finalnya akan kami sampaikan ke publik,” tegasnya.
Ratusan Travel Haji Terseret
Tak hanya Khalid, KPK juga meminta hampir 400 biro travel haji lain yang ikut terseret kasus ini untuk mengembalikan uang dengan skema serupa.
Menurut Asep, hal ini membuat proses penyidikan terlihat lambat, tetapi langkah itu perlu agar penegakan hukum bisa menyasar seluruh pihak yang terlibat.
“Orang mungkin tidak sabaran kenapa enggak cepat. Tapi kita harus betul-betul firm, karena hampir 400 travel yang terlibat,” jelasnya.
Jumlah pengembalian dana bervariasi, bergantung pada besaran kuota haji khusus yang diterima masing-masing biro travel.
“Misalnya ada travel yang dapat 200 kuota, ada yang 300, bahkan lebih. Tapi ada juga yang hanya kebagian 10 kuota. Jadi harus diverifikasi satu per satu,” kata Asep.
Ia menambahkan, praktik jual beli kuota haji berjalan mengikuti hukum ekonomi. Semakin besar permintaan, semakin tinggi harga yang dipatok biro perjalanan.
Verifikasi Ketat
KPK kini tengah memverifikasi rinci pembagian kuota tambahan haji khusus tersebut sebelum dana hasil rasuah benar-benar dikembalikan ke kas negara.
“Pembagiannya tidak merata, makanya verifikasi penting supaya jelas berapa jumlah yang dikembalikan tiap travel,” pungkas Asep.
---
%20(1)-min.png "Redaksi")
