KABARAN JAKARTA — Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto, menegaskan pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) guna mencegah terjadinya PSU berulang pada masa mendatang. Ia juga menekankan komitmen politik tanpa intervensi sebagai kunci menjaga integritas demokrasi.
Hal ini disampaikan Bima dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II DPR RI bersama Kemendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP di Kompleks DPR RI, Jakarta, Senin (5/5/2025).
“PSU harus dievaluasi secara mendasar agar tidak ada celah sejak awal yang dapat memunculkan gugatan. Kita juga perlu memperjelas prosedur berperkara di Mahkamah Konstitusi dari sisi teknis,” tegas Bima.
Ia menyoroti banyaknya PSU tidak terlepas dari kuatnya nuansa politik. Karena itu, ia mendorong semua pihak menjaga netralitas. “Komitmen kita bersama untuk tidak melakukan intervensi adalah kunci ke depan,” ujarnya.
Bima mengungkapkan dirinya dan Wamendagri Ribka Haluk berbagi tugas memantau langsung pelaksanaan PSU di daerah. Ditjen Otonomi Daerah dan Ditjen Bina Keuangan Daerah pun dikerahkan untuk memastikan efisiensi anggaran. “Soal anggaran tidak kita biarkan, kita maksimalkan sampai seminimal mungkin,” katanya.
Selain soal PSU, Bima menanggapi isu kekosongan kepala desa yang terjadi di banyak wilayah. Ia menjelaskan saat ini berlaku moratorium pemilihan kepala desa karena bertepatan dengan Pilkada serentak dan Pemilu.
Kemendagri kini tengah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai tindak lanjut UU No. 3 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU Desa, guna mengatur teknis pemilihan kepala desa.
Bima juga memaparkan sejak 2013 hingga 2023, e-voting pilkades telah diterapkan di 1.910 desa di 16 provinsi dan berjalan lancar. “Begitu landasan aturannya jelas, kita akan dorong pilkades secara digital,” ujarnya.
Ia meyakini keberhasilan e-voting di tingkat desa bisa menjadi landasan untuk mendorong digitalisasi Pilkada, Pileg, hingga Pilpres di masa depan.
---
KI