by Adrian | Perdana TV
Fenomena bendera One Piece yang berkibar di jalanan Indonesia kini berubah menjadi ironi yang menampar nurani bangsa. Bukan hanya di jaket anak muda, bukan hanya di event komunitas, tapi di truk-truk lintas provinsi yang melaju dari Sabang sampai Merauke, kita melihat bendera bajak laut Luffy berkibar gagah—menggantikan atau bahkan menyingkirkan Merah Putih. Lebih dramatis lagi, truk-truk itu mengunggah foto mereka di media sosial dengan caption yang pedih: “Maaf Jenderal,”—sebuah sapaan yang diduga ditujukan pada Presiden Prabowo—disertai pengakuan bahwa mereka tidak memasang bendera Merah Putih selama Agustusan ini.
Yang terpasang justru bendera One Piece, seolah negeri ini sedang kehilangan rasa hormat pada simbolnya sendiri. Mengapa? Jawabannya pahit. Karena Merah Putih bagi banyak orang kini terasa hanya selembar kain di tiang kantor pemerintah, sementara korupsi merajalela di segala lini, dan kesejahteraan masyarakat terasa seperti janji kosong: jauh panggang dari api. Para sopir truk itu bukan aktivis, bukan akademisi, mereka adalah suara paling jujur dari jalanan—orang-orang yang menanggung harga BBM, biaya jalan tol, pungutan liar di perbatasan kota, dan melihat sendiri jurang kesenjangan yang makin dalam.
Bendera One Piece, dengan tengkorak bertopi jerami, bukan sekadar lambang fandom. Ia menjadi simbol perlawanan diam-diam: sebuah cara sarkastik mengatakan, “Kami lebih percaya pada bajak laut fiksi yang melawan ketidakadilan ketimbang pada sistem nyata yang mengkhianati janji.” Dan ketika pemandangan ini terjadi di bulan Agustus—bulan kemerdekaan—pesannya makin perih: di bawah Merah Putih kami merdeka, tapi di bawah Merah Putih pula kami merasa diabaikan.
Fenomena ini bukan sekadar soal anime, tapi alarm keras. Jika rakyat kecil, bahkan sopir truk di jalanan, merasa bendera nasional sudah tidak mewakili harapan mereka, itu bukan salah bendera, tapi salah kita semua yang membiarkan negeri ini tenggelam dalam korupsi, ketidakadilan, dan janji-janji manis yang tak pernah ditepati. Dan jika alarm ini terus diabaikan, jangan kaget kalau semakin banyak bendera lain—entah bajak laut, entah yang lebih ekstrem—akan menggantikan Merah Putih di tiang-tiang harapan rakyatnya sendiri.