Tumbler Tertinggal, Integritas Diuji

Oleh Adrian | Story of Politic

Di negeri yang sering gaduh bukan karena hal besar, kadang justru persoalan kecil—sebuah tumbler tertinggal—yang membuka wajah asli sebuah layanan publik: apakah ia benar-benar manusiawi, atau hanya sekadar prosedur kaku tanpa jiwa?

KAI melakukan mediasi antara petugas Passenger Service Stasiun Rangkasbitung dan seorang penumpang yang melaporkan tumblernya tertinggal di KRL.

Direktur Utama KAI, Bobby Rasyidin, menegaskan komitmen ganda: melayani pelanggan dan sekaligus melindungi pekerja di lapangan.

Sementara itu, VP Corporate Communications Anne Purba memastikan bahwa isu pemecatan petugas itu hoaks. KAI menegaskan penyelesaian dilakukan secara kekeluargaan dan kasus ini menjadi momen evaluasi prosedur lost and found.

Kisah ini sederhana, namun mencerminkan dinamika pelayanan publik modern:

Satu sisi, pelanggan makin vokal.

Sisi lain, petugas semakin terjebak antara SOP yang ketat dan amarah masyarakat yang cepat meledak.

Dalam konteks ini, keputusan KAI adalah langkah dewasa: menguatkan layanan tanpa mengorbankan martabat pekerja. Justru institusi besar diuji bukan oleh krisis jutaan dolar, tapi oleh perkara kecil yang menyingkap apakah mereka mengutamakan kemanusiaan atau sekadar citra.

KAI menunjukkan bahwa kritik publik bukan musuh, melainkan kompas. Ketika evaluasi dilakukan terbuka, kepercayaan tumbuh pelan tapi pasti.

Prosedur lost and found harus lebih responsif, terkoordinasi, dan ramah pelanggan. Tapi perlindungan terhadap pekerja lapangan juga tak bisa dinegosiasi—merekalah wajah pertama dari layanan publik.

Di tengah era viral, pendekatan kekeluargaan adalah oase yang menenangkan.

Kadang yang hilang bukan tumblernya—melainkan empati.

Dan hari ini, KAI memilih menemukannya kembali.

#KAI #PelayananPublik #TumblerKRL #LostAndFound #KAICommuter