terkini

Ads Google

Persib Menolak Bonus Rp1 Miliar: Janji Dedi Mulyadi yang Tersandung

Redaksi
6/28/25, 19:30 WIB Last Updated 2025-06-28T12:31:10Z



BANDUNG - KABARAN.ID | Kemenangan Persib Bandung sebagai juara Liga 1 musim 2024/2025 semestinya menjadi euforia bersama warga Jawa Barat. Namun, alih-alih menjadi perayaan penuh kebanggaan, momen itu justru berubah menjadi drama politik yang memperlihatkan retaknya koordinasi dan komunikasi di tubuh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.


Sorotan bermula pada 25 Mei 2025, saat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dalam pawai kemenangan Persib menjanjikan bonus Rp2 miliar. Ia menyatakan, Rp1 miliar berasal dari dana pribadinya, gabungan dari tabungan senilai Rp800 juta dan hasil penjualan empat ekor sapi sebesar Rp200 juta. Sementara sisanya, Rp1 miliar lagi, akan dikumpulkan dari sumbangan sukarela para ASN Pemprov Jabar yang dikoordinasi oleh Sekretaris Daerah, Herman Suryatman.


Dana pribadi Dedi langsung diserahkan secara simbolis kepada gelandang Persib, Adam Alis, pada 26 Mei 2025 di Gedung DPRD Jabar. Namun, bagian kedua dari janji itu tak berjalan sesuai rencana. Hingga 3 Juni 2025, jumlah patungan ASN hanya mencapai Rp356 juta versi Tribun Jabar atau Rp365 juta versi iNews.id—jauh dari angka yang dijanjikan.


Kondisi ini memicu keputusan mengejutkan dari manajemen Persib. Komisaris klub, Umuh Muchtar, secara tegas menolak menerima dana tersebut. Ia khawatir, penerimaan dana yang hanya sepertiga dari janji awal bisa menimbulkan prasangka buruk di mata Bobotoh, seolah Persib menerima bonus penuh Rp1 miliar dari Pemprov. “Saya takut ini jadi beban dan menimbulkan salah paham,” ujar Umuh.


Tak hanya itu, Umuh juga mengkritik gaya komunikasi Sekda Herman Suryatman, yang dianggap terlalu cepat menyampaikan janji bonus ke publik, padahal belum ada kejelasan pencairan. Pernyataan ini menambah panjang daftar kritik terhadap Pemprov yang dinilai gegabah dalam membangun ekspektasi masyarakat.


Ketegangan tak berhenti di situ. Friksi antara Wakil Gubernur Erwan Setiawan dan Sekda Herman turut mencuat ke permukaan. Dalam rapat paripurna DPRD Jabar tanggal 19 Juni 2025, Erwan melontarkan sindiran tajam kepada Herman yang dinilai jarang hadir di Gedung Sate maupun di sidang paripurna. “Selama saya mewakili Pak Gubernur, belum pernah Sekda hadir. Di kantor pun jarang kelihatan,” kata Erwan, disambut tawa anggota dewan.


Herman menanggapi dengan santai. Ia menyatakan ketidakhadirannya karena sedang mendampingi kunjungan Gubernur ke lokasi bencana bersama Menteri Koordinator PMK, Pratikno. Ia pun sempat meminta maaf secara terbuka lewat akun Instagram pribadinya, dan mengajak Erwan “ngopi” sebagai bentuk ajakan untuk meredakan ketegangan.


Namun publik telanjur mencium adanya ketidakharmonisan. Erwan adalah putra dari Umuh Muchtar. Posisi ini membuatnya berada di pusaran konflik antara keluarga, klub, dan pemerintahan. Banyak pihak meyakini bahwa Erwan merasa Persib—dan keluarganya—telah dipermalukan karena janji bonus tak ditepati.


Ketegangan ini menuai perhatian luas. Anggota DPRD dari Fraksi Gerindra, Syahrir, menyebutnya sebagai “perang dingin” di lingkungan Pemprov yang seharusnya diselesaikan secara internal, bukan di forum publik. Akademisi dari Universitas Parahyangan, Pius Sugeng Prasetyo, menyayangkan perbedaan ini dibuka ke ruang publik, karena hanya akan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan daerah.


Di sisi lain, Gubernur Dedi Mulyadi sendiri tetap mempertahankan bahwa dana Rp1 miliar dari kantong pribadinya sudah disalurkan sesuai janji. Namun ia juga menyatakan bahwa dana tambahan dari ASN tidak bisa dipaksakan karena bersifat sukarela. Awalnya, patungan itu hanya menghasilkan Rp50 juta, sebelum akhirnya naik menjadi Rp356–365 juta. Saat ditanya soal kekurangan dana, Dedi menjawab singkat, “Sisanya tanya ke Sekda,” sebuah pernyataan yang dianggap melempar tanggung jawab.


Langkah Dedi Mulyadi menyampaikan janji besar di hadapan publik tanpa kepastian pelaksanaannya justru menjadi bumerang. Apalagi dalam konteks Bobotoh yang sangat emosional dan loyal terhadap klub, ekspektasi tinggi yang dibangun justru berubah menjadi kekecewaan mendalam. Banyak warganet menyalahkan ASN karena rendahnya partisipasi, sementara sebagian lainnya mengusulkan agar dana yang terkumpul dialihkan kepada pihak-pihak yang lebih membutuhkan, seperti mantan pemain Persib yang kesulitan ekonomi.


Kisah ini menjadi pelajaran penting bagi pemerintah: bahwa komunikasi publik yang bombastis harus dibarengi dengan perencanaan yang konkret dan koordinasi yang solid. Konflik internal antarpejabat tak seharusnya mencuat ke publik, terlebih saat menyangkut klub sebesar Persib yang memiliki basis massa luar biasa besar. Sementara itu, langkah Persib menolak dana yang tak sesuai janji adalah wujud dari sikap menjaga integritas dan transparansi—dua nilai yang kerap hilang di tengah gemuruh politik.


Bagi Dedi Mulyadi, insiden ini adalah pengingat bahwa dalam dunia yang terkoneksi dan cepat seperti sekarang, satu janji yang tidak terpenuhi bisa menciptakan krisis kepercayaan. Terutama jika janji itu menyentuh klub kebanggaan warga Jawa Barat, yang lebih dari sekadar tim sepak bola—tapi simbol harga diri rakyatnya.


Penulis : Adrian

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Persib Menolak Bonus Rp1 Miliar: Janji Dedi Mulyadi yang Tersandung

Terkini

Topik Populer

Iklan

Close x