Jakarta, Kabaran.id – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait secara resmi mencabut wacana rumah subsidi berukuran minimal 18 meter persegi setelah menuai banyak kritik. Keputusan ini disampaikan dalam Rapat Kerja bersama Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (10/7/2025).
Wacana tersebut tertuang dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025, yang mengusulkan penurunan luas minimal tanah rumah subsidi menjadi 25 meter persegi dan luas bangunan 18 meter persegi, dari sebelumnya 60 meter persegi dan 21 meter persegi berdasarkan Keputusan Menteri PUPR Nomor 689/KPTS/M/2023. Namun, usulan ini mendapat penolakan dari berbagai pihak, termasuk anggota DPR dan masyarakat.
“Saya menyampaikan permohonan maaf atas ide yang mungkin kurang tepat. Tujuannya baik, untuk mempermudah anak muda memiliki rumah di kota, tetapi kami belajar bahwa ide di ranah publik harus lebih matang,” ujar Maruarar, yang akrab disapa Ara, dalam rapat tersebut. Ia menegaskan bahwa wacana tersebut resmi dibatalkan.
Ara menjelaskan, ide rumah subsidi 18 meter persegi muncul karena tingginya harga tanah di perkotaan, yang menyulitkan generasi muda untuk memiliki hunian. “Banyak anak muda ingin tinggal di kota, tapi lahan terbatas. Kami coba cari solusi, tapi setelah banyak masukan, kami putuskan untuk mencabut ide ini,” katanya.
Kritik terhadap wacana ini juga disuarakan oleh pakar, seperti Nurhadi dari UGM, yang menyebut rumah 18 meter persegi berisiko menciptakan kawasan kumuh dan kemiskinan baru jika tidak didukung fasilitas memadai. Asosiasi pengembang seperti Apersi juga menyoroti keterbatasan lahan untuk desain tersebut, terutama di kota besar.
Ara menegaskan bahwa Kementerian PKP akan terus menjaring masukan untuk menyusun kebijakan perumahan yang lebih tepat. Ia juga menargetkan pembangunan 500 ribu unit rumah subsidi pada 2026, sejalan dengan Program 3 Juta Rumah per tahun yang dicanangkan pemerintahan Prabowo-Gibran.
Rapat tersebut dihadiri anggota Komisi V DPR RI, Dirjen Perumahan PKP, dan perwakilan asosiasi pengembang. Dengan pencabutan wacana ini, Kementerian PKP diharapkan fokus pada solusi perumahan yang lebih layak dan berkelanjutan untuk masyarakat berpenghasilan rendah.