terkini

Ads Google

Tajam Kebawah, Tumpul Keatas!

Redaksi
8/01/25, 22:00 WIB Last Updated 2025-08-01T15:00:00Z


by Adrian | Perdana TV


Hukum di negeri ini kerap digambarkan dengan pepatah basi: tajam ke bawah, tumpul ke atas—dan ironisnya, itu bukan sekadar metafora, tapi laporan harian.


Ketika rakyat kecil tersandung hukum, palu hakim turun seperti meteor, tanpa kompromi, tanpa ampun; sedangkan para pemangku kuasa atau pemilik modal melenggang dengan senyum sinis, seolah hukum hanyalah pita sutra yang bisa diikat longgar di pergelangan tangan mereka.


Fenomena ini bukan sekadar cacat sistem, tapi penyakit kronis yang disengaja dipelihara: dari ruang sidang hingga meja lobi, hukum lebih sering jadi alat barter, bukan penegak keadilan.


Ketidakadilan ini lalu mengendap menjadi semacam kesadaran kolektif yang pahit, mengubah cara rakyat memandang hukum: bukan sebagai pelindung, melainkan sebagai predator yang mengincar yang lemah dan menghindari yang berkuasa.


Kita melihatnya di layar televisi dan halaman berita—seorang pencuri ayam diborgol dan dipermalukan, sementara pelaku korupsi miliaran rupiah malah berjalan ringan di karpet merah, lengkap dengan senyum di depan kamera. Dari situ, lahirlah apatisme, bahkan sinisme: “Untuk apa percaya pada hukum, jika akhirnya hukum hanya percaya pada dompet?”


Dan di situlah tragedi paling sunyi dimulai—bukan ketika keadilan gagal ditegakkan, tapi ketika rakyat berhenti berharap pada keadilan itu sendiri.

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Tajam Kebawah, Tumpul Keatas!

Terkini

Topik Populer

Iklan

Close x