KABARAN.ID | JAKARTA, – PT Gudang Garam Tbk, raksasa rokok kretek yang selama puluhan tahun menjadi kebanggaan industri tembakau Indonesia, kini berada di ujung tanduk. Laporan keuangan kuartal pertama 2025 mengungkapkan kinerja yang memilukan: laba bersih anjlok 82,46% dari Rp595,57 miliar menjadi hanya Rp104,43 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pendapatan perusahaan juga merosot 12,18%, dari Rp26,26 triliun menjadi Rp23,06 triliun. Guncangan ini tak hanya menggoyang neraca perusahaan, tetapi juga menghapus Rp102,15 triliun kekayaan Susilo Wonowidjojo, pemilik Gudang Garam, dalam tujuh tahun terakhir. Apa yang membuat imperium rokok ini goyah, dan apakah masih ada harapan untuk bangkit?
Data dari laporan interim di Bursa Efek Indonesia (BEI), yang dikutip detikFinance, menunjukkan penurunan kinerja yang dramatis. Biaya pokok pendapatan menyusut dari Rp23,47 triliun menjadi Rp21,06 triliun, mencerminkan upaya penghematan di tengah tekanan pasar. Namun, langkah ini tak cukup menahan laju penurunan pendapatan. Ekuitas perusahaan sedikit naik dari Rp61,91 triliun menjadi Rp62,02 triliun, tetapi total aset menciut dari Rp84,93 triliun ke Rp84,39 triliun, dan liabilitas turun dari Rp23,02 triliun ke Rp22,37 triliun. Angka-angka ini menggambarkan perusahaan yang berjuang mempertahankan stabilitas di tengah badai.
Penyusutan kekayaan Susilo Wonowidjojo menjadi cerminan pahit dari krisis ini. Menurut Forbes, kekayaannya yang pada 2018 mencapai US$9,2 miliar (sekitar Rp149,17 triliun dengan kurs Rp16.218) kini hanya US$2,9 miliar (Rp47,03 triliun) pada 2025. Kehilangan Rp102,15 triliun dalam tujuh tahun bukan sekadar angka, melainkan sinyal bahwa nilai saham Gudang Garam (GGRM) di pasar telah terkikis parah. Meski harga saham pada 26 Juni 2025 tercatat Rp9.075, naik tipis 0,83% menurut Yahoo Finance, tren jangka panjang menunjukkan volatilitas dan tekanan yang tak kunjung reda.
Apa yang merontokkan Gudang Garam? Pertama, regulasi pemerintah yang kian ketat menjadi duri dalam daging. Kenaikan cukai rokok, yang terus diberlakukan untuk menekan konsumsi tembakau, telah menaikkan harga jual dan menggerus volume penjualan. Kampanye antirokok yang gencar juga mengubah persepsi masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Kedua, persaingan pasar kian sengit. PT HM Sampoerna, dengan merek-merek kuat seperti Dji Sam Soe, tetap tangguh, sementara produk alternatif seperti rokok elektrik dan vape mulai merebut pangsa pasar kretek tradisional. Ketiga, kondisi ekonomi makro, termasuk inflasi dan perubahan pola konsumsi, turut menekan daya beli konsumen, terutama untuk produk rokok yang kini dianggap barang mewah bagi sebagian kalangan.
Data dari Reuters memperkuat gambaran suram ini. Pendapatan tahunan Gudang Garam pada 2024 hanya Rp98,65 triliun, turun drastis dari Rp118,95 triliun pada 2023. Penurunan di Q1 2025 bukanlah anomali, melainkan kelanjutan dari tren yang telah berlangsung bertahun-tahun. Insiden operasional, seperti kebakaran di pabrik Kediri dan helikopter perusahaan yang mendarat darurat di Jombang, meski tidak disebutkan sebagai penyebab utama, turut menambah ketidakpastian investor.
Di tengah krisis ini, apa langkah Gudang Garam ke depan? Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada 25 Juni 2025, seperti dilaporkan bisnis.com , mungkin menjadi titik balik. Namun, laporan tahunan 2024 menunjukkan perusahaan tidak membagikan dividen untuk kinerja 2023, mengindikasikan prioritas pada penguatan modal kerja ketimbang memanjakan pemegang saham. Untuk bertahan, Gudang Garam perlu berinovasi—mungkin dengan meluncurkan produk tembakau alternatif atau bahkan merambah sektor non-tembakau. Efisiensi operasional, yang terlihat dari penurunan biaya pokok pendapatan, harus diperdalam, sementara ekspansi pasar ekspor bisa menjadi peluang untuk mengimbangi tekanan domestik.
Namun, waktu tidak berpihak. Kepercayaan investor kian rapuh, dan tanpa strategi yang agresif, Gudang Garam berisiko terus terpuruk. Penurunan laba dan kekayaan Susilo Wonowidjojo adalah peringatan keras: bahkan raksasa pun bisa jatuh jika tak mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Akankah Gudang Garam bangkit, atau ini awal dari senja bagi salah satu dinasti bisnis terbesar Indonesia? Hanya waktu, dan keputusan strategis perusahaan, yang akan menjawab.
Penulis : Adrian | Jurnalis Kabaran.id