KABARAN.ID – SUMEDANG | Menteri Agama Nasaruddin Umar menekankan pentingnya penggunaan bahasa agama dalam menyampaikan kebijakan publik. Menurutnya, pendekatan religius mampu menyentuh hati masyarakat secara lebih dalam.
“Bahasa masyarakat itu adalah bahasa agama. Kalau pemimpin memakai bahasa ini, publik pasti mendongak dan mendengar,” ujarnya saat menjadi pembicara di Retret Kepala Daerah Gelombang II, Kamis (26/6), di Kampus IPDN Jatinangor, Jawa Barat.
Ia mengajak kepala daerah untuk menggabungkan pendekatan induktif (dari bawah ke atas) dan kuantitatif (berbasis data). “Komunikasi kebijakan harus jelas, pakai data angka agar masyarakat mudah memahami pesan,” jelasnya.
Menag juga mencontohkan cara Presiden Prabowo yang menyebut nama satu per satu dalam forum resmi. “Itu lebih menyentuh batin dibanding menyapa secara umum. Hal-hal kecil begitu sangat kuat dampaknya,” katanya.
Lebih jauh, Nasaruddin menegaskan bahwa seorang pemimpin wajib menguasai simbol-simbol bahasa agama, tak peduli apa pun latar belakang agamanya. Hal ini dinilai penting dalam membangun komunikasi publik yang beradab dan efektif di tengah masyarakat majemuk.
“Meski bukan ulama, kepala daerah tetap harus mampu menyerap bahasa agama masyarakat yang dipimpinnya,” tuturnya.
Ia juga mengajak para kepala daerah untuk memahami konsep moderasi beragama, bukan dengan mengubah teks suci, tapi cara memaknainya. “Kita tidak ubah kitab suci, tapi kita ubah cara kita mempraktikkan agama sesuai zaman. Itulah esensi moderasi,” pungkas Nasaruddin.