%20(1)-min.png)
KABARAN.ID – WASHINGTON | Serangan sepihak Presiden Donald Trump ke fasilitas nuklir Iran tidak hanya mengguncang Timur Tengah, tetapi juga memicu badai politik di Amerika Serikat.
Banyak pihak menilai Trump telah melampaui batas konstitusi, karena mengambil keputusan besar soal perang tanpa persetujuan Kongres. Kritik pun datang deras, terutama dari kubu Demokrat, yang menyebut langkah Trump inkonstitusional dan berisiko membawa AS ke konflik berkepanjangan.
Senator Demokrat Mark Warner mengecam keputusan Trump sebagai bentuk pelanggaran hukum dan pengabaian terhadap intelijen nasional. “Tanpa strategi, tanpa konsultasi, dan tanpa menjelaskan kepada rakyat apa yang dipertaruhkan,” katanya.
Langkah ini juga dinilai membahayakan tatanan hukum internasional. Dengan dalih menghapus ancaman nuklir Iran, Trump dinilai membuka jalan bagi pemimpin otoriter lain untuk melegitimasi serangan militer sepihak terhadap negara lebih kecil.
Secara politis, Trump kini memecah basis pendukungnya sendiri. Ia sebelumnya dikenal vokal menolak perang baru di Timur Tengah. Namun kali ini, ia justru melancarkan serangan terbesar sejak invasi Irak 2003 — atas dasar intelijen yang tak dibuka ke publik.
Di sisi lain, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, meraih kemenangan strategis. Ia telah lama mendesak penghapusan fasilitas nuklir Iran. Setelah Israel melumpuhkan sistem pertahanan udara Iran, Trump turun tangan dengan bom bunker-buster yang hanya dimiliki AS.
Pemimpin Partai Republik seperti Ketua DPR Mike Johnson mendukung serangan tersebut. Mereka menyebut ini sebagai bukti bahwa Trump adalah pemimpin yang “berani dan tegas”.
Namun pengamat memperingatkan: serangan ini bisa jadi preseden buruk. Tak hanya menyalahi konstitusi AS, tetapi juga mengoyak kredibilitas sistem internasional yang selama ini dijaga Washington.
Kini, dunia menanti: apakah Trump membuka jalan menuju perdamaian, atau justru menyalakan api konflik yang bisa melahap kawasan?
KI
%20(1)-min.png "Redaksi")
