terkini

Ads Google

Gelora yang Meredup: 7 Kritik untuk Partai Nomor 7

Redaksi
8/24/25, 18:46 WIB Last Updated 2025-08-24T11:46:48Z


Partai Gelora lahir dari rahim perpecahan. Para pendirinya—tokoh-tokoh eks PKS seperti Anis Matta dan Fahri Hamzah—menawarkan narasi baru: “arah baru Indonesia” yang menjanjikan kebangkitan bangsa sebagai kekuatan kelima dunia. Tetapi setelah beberapa tahun berjalan, Gelora justru terlihat lebih sebagai laboratorium ide yang tak terhubung dengan denyut nadi rakyat.


Ada tujuh problem mendasar yang menggrogoti tubuh partai ini.



---


1. Identitas Politik yang Kabur dan Tersandera Masa Lalu


Gelora berusaha memposisikan diri sebagai partai nasionalis-religius moderat. Namun, identitas ini tak pernah matang. Bayangan PKS masih melekat: gaya komunikasi kader, basis jaringan, hingga kultur internal. Akibatnya, Gelora gagal menjawab pertanyaan publik: apakah benar-benar partai baru dengan ideologi segar, atau sekadar PKS versi halus yang tercerabut dari akarnya?



---


2. Prestasi Elektoral yang Gagal Membangun Legitimasi


Kegagalan lolos ke DPR pada Pemilu 2024 adalah tamparan keras. Gelora hadir dengan tokoh nasional, dana yang tidak sedikit, dan jaringan eks-PKS yang cukup luas, tetapi hasil akhirnya nihil. Kegagalan ini bukan sekadar soal angka, melainkan tanda bahwa rakyat belum melihat relevansi Gelora dalam hidup mereka.



---


3. Kepemimpinan yang Elitis, Minim Regenerasi


Partai politik sehat adalah partai yang menumbuhkan pemimpin baru. Gelora justru memperlihatkan ketergantungan akut pada dua figur: Anis Matta dan Fahri Hamzah. Tidak ada wajah muda yang menonjol. Bahkan, ruang kaderisasi seakan mandek. Gelora lebih mirip forum intelektual elite daripada mesin politik rakyat.



---


4. Perpecahan Internal dan Lemahnya Manajemen Konflik


Gelora lahir dari konflik, dan konflik itu terus menjadi bayang-bayang. Sejumlah riak perbedaan kepentingan internal tak terkelola dengan baik. Leadership partai tampak rapuh dalam mengelola ego tokoh dan faksi. Akibatnya, energi Gelora habis untuk menjaga harmoni internal ketimbang membangun konsolidasi eksternal. Ini menunjukkan kelemahan fundamental dalam kepemimpinan: tidak cukup kemampuan mengubah konflik menjadi energi politik.



---


5. Retorika Besar, Roadmap yang Kosong


Narasi “Indonesia sebagai kekuatan dunia ke-5” terdengar gagah, tetapi tanpa peta jalan yang jelas, itu hanya utopia. Bagaimana cara mengatasi pengangguran? Bagaimana strategi energi? Apa kebijakan agraria? Tak ada jawaban konkret. Gelora lebih sibuk dengan retorika global ketimbang menyiapkan kebijakan praktis yang bisa menyentuh rakyat di desa, pasar, atau pabrik.



---


6. Komunikasi yang Elitis dan Terputus dari Rakyat


Kehadiran Gelora di media sosial memang aktif, tetapi terlalu elitis: bicara geopolitik multipolar, pertarungan peradaban, arah global. Bagi rakyat kecil, bahasa itu asing. Harga beras, ongkos sekolah, dan biaya rumah sakit lebih relevan. Jarak komunikasi ini memperlihatkan keterputusan serius antara elite partai dan basis rakyat.



---


7. Lemah di Basis Massa, Absen di Isu Lokal


Gelora belum berhasil menanamkan akar di tengah masyarakat. Minim terlibat dalam konflik agraria, buruh migran, isu lingkungan, atau advokasi rakyat kecil. Partai ini seperti partai menara gading: sibuk dengan ide besar, tetapi kehilangan kaki untuk berpijak di tanah. Tanpa basis massa riil, Gelora akan kesulitan bertahan dalam lanskap politik yang keras.



---


Gelombang yang Melemah


Partai Gelora lahir dengan semangat besar, tetapi perjalanan sejauh ini menunjukkan paradoks: narasi besar tidak pernah turun menjadi kebijakan kecil; kepemimpinan kuat di panggung, tetapi rapuh dalam manajemen internal; wajah baru yang dijanjikan justru dikuasai wajah lama yang sama.


Gelora tampak seperti gelombang yang lahir dari riak, lalu pecah di karang sebelum sempat menjadi ombak besar. Tanpa perombakan serius—identitas, kaderisasi, komunikasi, dan keberpihakan pada rakyat kecil—Gelora hanya akan dikenang sebagai partai hasil perpecahan yang gagal menemukan rumahnya sendiri.


oleh Adrian | Perdana Indonesia

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Gelora yang Meredup: 7 Kritik untuk Partai Nomor 7

Terkini

Topik Populer

Iklan

Close x