Di bawah langit biru Cilacap, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang akrab disapa KDM, berdiri di Markas Besar TNI Angkatan Laut dengan hati penuh hasrat. Dalam acara penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara TNI AL dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, ia tak sekadar menyampaikan pidato, melainkan sebuah serenada untuk sungai dan laut—dua kekasih abadi Jawa Barat yang telah lama terluka.
Dengan nada lembut namun penuh tekad, KDM mengajak hadirin untuk jatuh cinta kembali pada laut, merawat sungai seperti menjaga hati yang patah, dan menabur harapan untuk generasi muda yang akan mewarisi kemakmuran maritim. Seperti seorang penyair yang merindu, KDM memulai dengan kisah cinta kuno Sunda. Ia menceritakan bagaimana gunung, yang gagah bak Mawang Siliwangi, dan laut, yang anggun laksana Iratu, saling merangkul melalui aliran sungapan, susukan, hingga muara yang menyatu dalam pelukan samudra.
Sungai-sungai Jawa Barat, yang seharusnya menjadi urat nadi peradaban, kini merana. Data dari Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat (2024) mengisahkan duka: 60% dari 6.000 kilometer sungai di provinsi ini tercemar berat, dengan 70% sampah plastik mengalir ke laut. Banjir menghantui 20 kabupaten/kota setiap tahun, sementara 40% masyarakat pesisir merindukan air bersih. “Kemakmuran tak akan hadir jika kita mengkhianati gunung, sungai, dan laut,” bisik KDM, seolah menasihati kekasih yang terluka, mengacu pada “Ibu Pertiwi” yang menanti kasih sayang kita.
Seperti kisah cinta yang penuh rintangan, KDM mengungkap luka masa lalu. Ia menyebutkan bagaimana kolonial Belanda, bak penutup jalan cinta, mengalihkan hati masyarakat Indonesia dari laut ke perkebunan teh, karet, dan kina, melemahkan ikatan dengan samudra. Akibatnya, sektor kelautan Jawa Barat hanya menyumbang 7% PDB, padahal garis pantainya membentang 800 kilometer, menurut Badan Pusat Statistik (2023).
Laut kini menjadi pelabuhan duka, menerima 1,2 juta ton sampah plastik setiap tahun dari pesisir, merusak ekosistem dan memilukan 200.000 nelayan lokal, sebagaimana dilaporkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2024). Dengan penuh gairah, KDM bersumpah untuk memuliakan laut kembali, seperti seorang kekasih yang berjanji memperbaiki hubungan yang retak.
Dalam semangat cinta yang membara, KDM menggenggam tangan TNI AL melalui PKS ini, merangkai rencana untuk memulihkan sungai dan laut. Ia bermimpi membersihkan bantaran sungai dari 15.000 bangunan ilegal, seperti yang tercatat Dinas PUPR Jawa Barat (2024), dan menanam pohon kelapa untuk menjaga pelukan ekosistem. TNI AL, bagai kesatria setia, akan berpatroli di sungai, memastikan kebersihan tak lagi dikhianati.
“Hari ini pohon ditanam, besok bangunan muncul jika tak dijaga,” ujar KDM, seperti mengingatkan bahwa cinta sejati butuh komitmen. Di pesisir, ia merencanakan landasan pesawat kecil untuk patroli laut, menyelamatkan korban bencana, dan membawa ibu hamil atau pasien stroke ke rumah sakit dengan cepat—penting mengingat 30% wilayah pesisir rawan tsunami, menurut Badan Geologi (2023).
Tempat pelelangan ikan, yang 80% di antaranya kini kumuh berdasarkan Dinas Perikanan (2024), akan disulap menjadi pelabuhan cinta yang bersih dan memikat. Cinta KDM pada laut tak berhenti di permukaan. Ia ingin menanam benih harapan di hati generasi muda, yang merupakan 60% populasi Jawa Barat menurut BPS (2024).
Dengan rencana mendirikan sekolah kejuruan kelautan gratis untuk 10.000 anak nelayan dalam lima tahun, ia membayangkan mereka tumbuh sebagai prajurit dan perwira laut yang gagah. Pelatihan disiplin dan wawasan kelautan dari TNI AL akan membentuk jiwa muda yang setia pada samudra, sementara teknologi kelautan seperti perkapalan akan menjadi nyanyian cinta mereka untuk laut.
Di pesisir, 5.000 rumah tidak layak huni akan ditata hingga 2027, disertai penanaman mangrove dan monitoring air laut untuk menjaga kehidupan bawah laut yang rapuh. Namun, seperti setiap kisah cinta, perjalanan ini penuh tantangan. Membongkar bangunan di bantaran sungai, terutama yang bersertifikat, bagaikan menyentuh luka lama dalam hubungan—berisiko memicu konflik sosial yang memerlukan kepekaan hukum dan empati.
Anggaran lingkungan Jawa Barat 2025, hanya Rp1,2 triliun, terasa seperti dompet kosong di tengah impian besar untuk normalisasi sungai dan infrastruktur baru. Tanpa rincian jadwal atau indikator keberhasilan, visi ini ibarat surat cinta yang indah namun belum jelas bagaimana diwujudkan. Mengubah kebiasaan masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai, seperti yang KDM serukan, adalah perjuangan melawan arus kebiasaan lama, membutuhkan kampanye yang mendalam dan penegakan hukum yang teguh.
Di ujung pidatonya, KDM menatap hadirin dengan mata berbinar, berkata, “Cintailah lautan, karena di sana tersimpan kekayaan Indonesia. Jangan buang sampah ke sungai, apalagi mantan ke laut!” Tawa renyah menggema, namun di balik canda itu terselip pesan mendalam. Dengan potensi ekonomi laut Rp500 triliun per tahun, menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (2023), dan dukungan TNI AL, KDM menabur benih cinta yang besar.
Namun, seperti kisah cinta sejati, keberhasilan bergantung pada kesetiaan menjalankan janji—dengan eksekusi yang terukur, pendanaan yang cukup, dan hati masyarakat yang turut berpaling ke laut. Ini adalah kisah cinta Jawa Barat untuk sungai dan samudranya, sebuah serenada untuk Ibu Pertiwi yang menanti pelukan hangat anak-anaknya. Akankah cinta ini berbunga, menjadikan Jawa Barat provinsi istimewa yang memuliakan lautnya? Hanya waktu, dan komitmen bersama, yang akan menulis akhir cerita ini.
Oleh Adrian | Jurnalis Kabaran.id