terkini

Ads Google

KUHP Baru Berpotensi Jerat Jurnalis, Kejagung Ingatkan Kaidah Jurnalistik

Redaksi
7/01/25, 13:30 WIB Last Updated 2025-07-01T06:30:05Z

 


Harli Siregar /Viva.co.id/foe peace simbolon

Jakarta, Kabaran.id – Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang akan berlaku mulai Januari 2026 menuai sorotan karena dinilai dapat menyasar aktivitas jurnalistik. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengungkapkan bahwa sejumlah pasal dalam KUHP baru berpotensi relevan bagi insan pers, khususnya terkait pencemaran nama baik, fitnah, dan penyebaran berita bohong. Pernyataan ini disampaikan dalam acara diskusi hukum di Jakarta, Senin (23/6/2025).

Harli menjelaskan bahwa ketentuan tentang pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 KUHP baru, sementara Pasal 311 mengatur tentang fitnah. “KUHP baru masih mempertahankan delik pencemaran nama baik dan fitnah, tetapi penerapannya harus tetap mengacu pada kaidah jurnalistik dan prinsip praduga tak bersalah,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa jurnalis perlu memahami batasan-batasan ini agar tidak terjerat hukum dalam menjalankan tugasnya.

Selain itu, Harli menyoroti Pasal 263 dan Pasal 264 KUHP baru yang mengatur penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran di masyarakat. Pasal-pasal ini dinilai sensitif karena dapat diartikan secara luas, sehingga berpotensi membatasi kebebasan pers. “Jurnalis harus memastikan bahwa informasi yang disampaikan telah diverifikasi dan tidak memicu keresahan sosial,” tambah Harli, seraya mengingatkan pentingnya akurasi dalam pemberitaan.

Pasal lain yang perlu mendapat perhatian adalah Pasal 265, yang mengatur pemberitahuan bohong terkait harga barang. Menurut Harli, pasal ini bertujuan melindungi stabilitas ekonomi dan nilai tukar. “Jika jurnalis menyebarkan informasi yang salah tentang harga barang dan berdampak pada perekonomian, ini bisa menjadi masalah hukum,” jelasnya. Ketentuan ini relevan di tengah maraknya informasi yang memengaruhi pasar, terutama di era digital.

Namun, kekhawatiran muncul dari kalangan pers terkait potensi penyalahgunaan pasal-pasal tersebut. Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Sasmito, menyatakan bahwa pasal-pasal dalam KUHP baru, seperti Pasal 263, 264, dan 265, berpotensi menjadi “pasal karet” yang dapat digunakan untuk membungkam kritik. “Tanpa parameter yang jelas, pasal-pasal ini bisa mengekang kebebasan menyampaikan informasi,” ujarnya dalam pernyataan terpisah.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) pada Maret 2024 telah membatalkan Pasal 14 dan Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran, karena dianggap inkonstitusional dan multitafsir. Putusan ini diajukan oleh aktivis Haris Azhar, Fatia Maulidiyanti, AJI, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Meski demikian, pasal serupa dalam KUHP baru tetap menuai kritik karena dianggap tidak cukup memberikan kepastian hukum.

Harli menegaskan bahwa Kejaksaan Agung berkomitmen untuk menerapkan pasal-pasal tersebut dengan mempertimbangkan prinsip keadilan dan proporsionalitas. Ia mengimbau jurnalis untuk mematuhi kode etik jurnalistik dan memverifikasi fakta sebelum memublikasikan berita. “Penerapan hukum harus seimbang antara melindungi kepentingan masyarakat dan menjaga kebebasan pers,” katanya, menekankan pentingnya dialog antara penegak hukum dan pelaku media.

Dewan Pers juga turut merespons isu ini, menyatakan bahwa setidaknya 32 pasal dalam KUHP baru berpotensi mengancam kerja jurnalistik. Dalam pernyataannya, Dewan Pers mendorong pelatihan bagi jurnalis untuk memahami implikasi hukum dari pemberitaan mereka. “Kami akan terus mengadvokasi agar penerapan KUHP baru tidak menghambat kebebasan pers, tetapi tetap menjaga tanggung jawab jurnalistik,” ujar Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu.

Ke depan, diperlukan kerja sama antara pemerintah, penegak hukum, dan komunitas pers untuk memastikan bahwa KUHP baru tidak disalahgunakan untuk membatasi kebebasan berekspresi. Dengan berlakunya KUHP baru pada Januari 2026, pelatihan literasi hukum bagi jurnalis menjadi semakin mendesak untuk menjaga integritas profesi sekaligus melindungi hak masyarakat atas informasi yang akurat dan bertanggung jawab.

KI

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • KUHP Baru Berpotensi Jerat Jurnalis, Kejagung Ingatkan Kaidah Jurnalistik

Terkini

Topik Populer

Iklan

Close x