terkini

Ads Google

KDM, Menuju Zaman Keemasan

Redaksi
8/01/25, 18:00 WIB Last Updated 2025-08-01T11:00:03Z

 


by Adrian | Perdana TV


Fenomena Kang Dedi Mulyadi bukan sekadar cerita tentang seorang pemimpin daerah yang rajin turun ke lapangan, tapi tentang hadirnya figur langka di tengah politik yang sering terasa dingin dan berjarak. Di saat banyak pejabat sibuk berpose di balik meja, Kang Dedi memilih membaur di pasar, menyapa rakyat di sawah, dan berbicara dengan bahasa yang dipahami semua telinga—bahasa keseharian, bukan jargon kekuasaan. Ia mengubah kunjungan kerja menjadi obrolan warung, dan kebijakan menjadi rasa peduli yang nyata. Dukungan untuknya bukan lahir dari baliho atau spanduk, tapi dari tatapan mata orang-orang kecil yang merasa diperhatikan. Fenomena ini mengingatkan kita, bahwa politik seharusnya bukan arena mengatur dari menara gading, melainkan seni merasakan denyut nadi rakyat, dan Kang Dedi, setidaknya sejauh ini, masih berusaha menjaga seni itu tetap hidup.


Namun fenomena seperti Kang Dedi juga menguji kesabaran dan konsistensi kita sebagai rakyat: apakah kita siap merawat pemimpin yang dekat dan membumi, atau justru menjerumuskannya ke pusaran kultus individu yang sering mematikan kritik sehat? Popularitasnya yang lahir dari aksi-aksi sederhana—mengangkat sampah, menegur sopan, mendengar keluh—adalah modal sosial yang luar biasa, tapi juga rentan diseret oleh kepentingan yang lebih besar. Dukungan kepadanya harus menjadi dorongan agar nilai-nilai itu menular ke pejabat lain, bukan sekadar puja-puji yang membuatnya jadi ikon tanpa pesan. Karena jika fenomena ini hanya berakhir di panggung viral dan tepuk tangan, kita akan kehilangan kesempatan langka untuk membuktikan bahwa politik bisa, dan harus, kembali jadi pekerjaan kemanusiaan.


Dan pada akhirnya, harapan terbesar kita sederhana tapi mendasar: semoga Kang Dedi Mulyadi tak hanya menjadi pemimpin yang dicintai di daerahnya, tetapi juga role model baru bagi bangsa ini. Di tengah politik yang sering kering dari keteladanan, ia bisa jadi bukti bahwa kekuasaan tak harus membuat manusia berjarak, dan jabatan tak harus menjauhkan pejabat dari nurani. Kita butuh sosok yang mengembalikan makna kepemimpinan sebagai amanah, bukan alat dagang.

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • KDM, Menuju Zaman Keemasan

Terkini

Topik Populer

Iklan

Close x