terkini

Ads Google

Agenda Terselubung di Balik MBG

Redaksi
10/27/25, 19:28 WIB Last Updated 2025-10-27T12:28:47Z


Oleh Rahmat Nusantara


Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang baru-baru ini dijalankan di berbagai sekolah menjadi sorotan publik. Tujuannya sederhana, memastikan setiap siswa mendapatkan asupan gizi yang cukup agar tumbuh sehat dan siap belajar dengan lebih fokus. Sebuah program yang tampak mulia, bahkan menyentuh, di tengah kenyataan bahwa masih banyak anak datang ke sekolah tanpa sarapan yang layak.


Namun, seperti banyak kebijakan publik lainnya, pelaksanaan MBG di lapangan tak lepas dari persoalan. Ombdusman Republik Indonesia mengungkap delapan masalah utama dari penyelenggaraan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Dan yang paling mencuri perhatian publik ialah Maraknya kasus keracunan massal yang terjadi di berbagai daerah. Beberapa pihak menilai program ini perlu di hentikan salah satu di antaranya dari Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW Eva Nurcahyani menilai MBG harus dihentikan segera. Menurutnya, program ini sudah menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat akibat tata kelola yang buruk dan minim akuntabilitas. Pihak lain yang juga mendesak agar MBG di hentikan sementara dan di evaluasi total adalah Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji menyuarakan penghentian sementara MBG. Ia menilai kesalahan bukan sekadar di dapur penyedia makanan, melainkan di level sistem yang dikelola BGN.


Meski demikian, jika kita menyingkap “agenda terselubung” di baliknya, ada sesuatu yang  justru patut disyukuri. MBG ternyata bukan hanya tentang makan gratis, melainkan tentang membangun kebersamaan. Saat siswa duduk di satu meja, berbagi lauk, dan tertawa bersama, mereka sedang menanam nilai sosial yang mungkin mulai pudar, rasa kekeluargaan dan kesetaraan. Tidak ada yang merasa lebih tinggi karena bekal lebih enak, tidak ada yang minder karena tak membawa uang jajan. Semua setara, duduk dalam satu lingkar meja yang sama.


Mungkin sebagian dari kita sudah mengetahui tujuan lain dari adanya MBG ini. Selain untuk pemenuhan gizi MBG juga menjadi wadah untuk menciptakan lapangan kerja. MBG juga berpotensi menggerakkan ekonomi lokal dan yang pasti meningkatkan kesadaran masyarakat tentang betapa pentingnya membangun kesadaran gizi masyarakat.


Terlepas dari itu, selama ini kebiasaan makan di sekolah sering terbatas pada lingkaran kecil pertemanan. Hanya mereka yang akrab yang mau berbagi meja. Tapi MBG perlahan mengubah itu. Ia menciptakan ruang sosial baru di mana setiap sendok nasi menjadi simbol kebersamaan, dan setiap tawa di meja makan adalah bentuk kecil dari persaudaraan.


Selain nilai kebersamaan yang tampak jelas, ada agenda terselubung lain yang mungkin luput dari perhatian. Terkadang, semangat seorang pelajar untuk datang ke sekolah bukan semata karena pelajaran, tetapi karena alasan sederhana yang manusiawi  ingin bertemu teman, tertawa bersama, dan merasa menjadi bagian dari lingkungan yang hangat. Kehadiran program MBG bisa menjadi pemicu semangat itu. Bayangkan, ada momen makan bersama yang ditunggu-tunggu setiap hari, suasana yang akrab, riuh, dan penuh canda di meja makan sekolah. Hal sederhana ini bisa menjadi daya tarik tersendiri yang membuat siswa lebih rajin hadir, meningkatkan partisipasi sekolah, bahkan secara tidak langsung membantu menekan angka putus sekolah. Siapa sangka, semangkuk nasi dan sepiring lauk bisa menjadi perekat yang menjaga anak-anak tetap bertahan di dunia pendidikan.


Jadi, jika memang ada “agenda terselubung” di balik MBG, maka agenda itu bukan tentang politik, apalagi kepentingan sesaat. Ia adalah agenda kemanusiaan yang membentuk karakter gotong royong dan kepedulian sosial sejak dini. Mungkin inilah nilai paling bergizi dari program MBG, bukan hanya untuk perut, tetapi juga untuk hati.

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Agenda Terselubung di Balik MBG

Terkini

Topik Populer

Iklan

Close x