PEKANBARU, Kabaran.id — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan pemeriksaan saksi dalam penyidikan dugaan tindak pidana korupsi (TPK) di Pemerintah Provinsi Riau Tahun Anggaran 2025. Salah satu yang diperiksa pada Rabu (19/11) adalah Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, Syahrial Abdi.
Pemeriksaan berlangsung di Kantor Perwakilan BPKP Riau. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa agenda ini merupakan bagian dari pendalaman bukti terkait perkara yang menjerat Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid serta dua tersangka lainnya, Kepala Dinas PUPR-PKPP Riau M Arief Setiawan dan tenaga ahli gubernur, Dani M Nursalam.
Selain Syahrial, KPK turut memeriksa enam ASN lainnya di lingkungan Dinas PUPR-PKPP Riau, mulai dari pejabat hingga staf, seperti Sekretaris Dinas Ferry Yonanda, Subkoordinator Perencanaan Program Aditya Wijaya Raisnur Putra, dan Kabid Bina Marga Zulfahmi. Nama lain yang diperiksa yaitu Brantas Hartono, Deffy Herlina, serta Plt Kadis Kominfotik Riau Teza Darsa.
Pemeriksaan ini merupakan rangkaian penyidikan yang telah berlangsung sejak awal pekan. Pada Selasa (18/11), tujuh saksi diperiksa, termasuk Kabag Protokol Setdaprov Riau Raja Faisal Febrinaldi, sejumlah pejabat struktural, honorer PUPR-PKPP, hingga seorang sopir Gubernur Riau. Sehari sebelumnya, KPK juga memeriksa lima saksi lain yang bekerja di rumah dinas gubernur dan dinas terkait.
Jauh sebelum penetapan tersangka, KPK menggeledah sejumlah lokasi strategis di Pekanbaru, seperti rumah dinas gubernur, kantor OPD, rumah para pejabat, serta kantor dinas teknis untuk menguatkan alat bukti.
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat terkait dugaan pungutan fee terstruktur atau japrem pada proyek Dinas PUPR-PKPP Riau. Modus pungutan diduga dibahas dalam pertemuan internal pada Mei 2025, menyangkut kenaikan anggaran UPT Jalan dan Jembatan dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar. Fee awal 2,5 persen atas permintaan Gubernur Abdul Wahid melalui Arief Setiawan kemudian dinaikkan menjadi 5 persen, sekitar Rp7 miliar.
KPK mengungkap adanya tiga kali setoran fee dari Juni hingga November 2025 dengan total Rp4,05 miliar. Pada setoran ketiga, yang menjadi pintu masuk OTT, sekitar Rp800 juta diduga mengalir kepada Abdul Wahid. Operasi tersebut membuat sejumlah pejabat diamankan, sementara Abdul Wahid ditangkap kemudian di sebuah kafe bersama orang kepercayaannya.
Dari rangkaian OTT dan penggeledahan, KPK menyita uang tunai dan mata uang asing senilai total Rp1,6 miliar. Dani M Nursalam, yang sempat buron, akhirnya menyerahkan diri. Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menegaskan komitmen lembaga antirasuah untuk menuntaskan perkara ini karena praktik korupsi dinilai merugikan masyarakat dan menghambat pembangunan.
%20(1)-min.png)

%20(1)-min.png)
