Jakarta Kabaran.id — Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah, mengungkap masih ada enam juta keluarga di Indonesia yang hidup di Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) dan bahkan tidak memiliki rumah tersebut secara kepemilikan. Kondisi ini disebut sebagai backlog ganda.
Fahri menyebut para keluarga ini tinggal di hunian yang tidak memenuhi syarat kelayakan, baik dari sisi sanitasi, maupun kerusakan pada atap, lantai, dan dinding. “Yang lebih memprihatinkan, rumah itu bukan miliknya,” ujar Fahri dalam agenda Bisnis Indonesia Group (BIG) 40 Conference di Jakarta, Selasa (9/12/2025).
Ia menegaskan bahwa prioritas pemerintah saat ini bukan hanya mendorong kepemilikan rumah, melainkan juga meningkatkan kualitas hunian dan sanitasi, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Fahri menekankan perlunya kebijakan perumahan berbasis data nasional, dengan melibatkan koperasi serta pemanfaatan kearifan lokal, baik dalam penyediaan material bangunan maupun konsep pembangunan yang ramah lingkungan.
“Kami ingin sektor perumahan dan kawasan permukiman tidak hanya menjadi kebutuhan, tetapi menjadi penggerak pembangunan dan pilar kedaulatan ekonomi nasional,” tegasnya.
Ia juga menyoroti Program 3 Juta Rumah yang menjadi arahan Presiden, sebagai langkah masif untuk menekan backlog kepemilikan rumah sekaligus memperbaiki kualitas hunian di seluruh daerah.
Berdasarkan data Kementerian PKP, Indonesia memiliki 93.554.082 kepala keluarga (KK). Dari jumlah tersebut, backlog kepemilikan rumah mencapai 12,57 juta KK, sementara backlog kualitas atau RTLH menyentuh 16,59 juta KK.
Secara wilayah, kawasan urban mencatat backlog kualitas 2,10 juta keluarga, dan backlog kepemilikan sebesar 4,56 juta keluarga. Sementara kawasan pesisir menunjukkan angka lebih tinggi, dengan backlog kualitas 5,22 juta keluarga dan backlog kepemilikan 2,60 juta keluarga.
Data tersebut menggambarkan bahwa persoalan hunian tidak layak masih lebih mencolok di kawasan pesisir, sehingga memerlukan intervensi kebijakan yang lebih terstruktur dan berbasis data nyata di lapangan.
%20(1)-min.png)

%20(1)-min.png)
