terkini

Ads Google

FREE AND FAIR ELECTION SEBUAH PRINSIP MENJAWAB DINAMIKA ANOMALI PENYELENGGARAAN PEMILU SERENTAK DI TAHUN 2024

Redaksi
1/30/22, 20:47 WIB Last Updated 2022-01-30T13:47:23Z



Oleh: Miftahul Huda (Kepala Biro Hukum dan Kelembagaan DEMA FASIH UIN Sultan Syarif Kasim Riau)


Pasal 1 Nomor 1 UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum menyebutkan bahwa Pemilihan Umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


Pelaksanaan pemilu sejatinya merupakan wajah dari representasi dijalankannya sistem demokrasi di suatu negara yang ada. Demokrasi yang diartikan sebagai pemerintahan yang berasal dari, oleh dan untuk rakyat, maka konsep untuk rakyat ini seharusnya diterjemahkan dengan pengertian sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sehingga Negara berkewajiban untuk memenuhi hak-hak rakyat termasuk dalam hak politik.


Pemilu yang merupakan elemen kunci dari sebuah demokrasi harus diselenggarakan secara demokratis pula. Pemilu harus mencerminkan asas dan prinsip yang bersifat demokrasi, serta dapat menjadi jalan bagi pelaksanaan demokrasi di dalam suatu negara. Sifat demokratis Pemilu diperlukan untuk menjaga bahwa Pemilu sebagai suatu mekanisme demokrasi dapat mewujudkan tujuan kemakmuran rakyat dengan menghasilkan pemimpin-pemimpin bangsa yang dapat membawa Indonesia menuju kesejahteraan dan kemakmuran.


Penyelenggaraan pemilu serentak di tahun 2024 dengan berlandaskan paying hukum UU No 7 Tahun 2017 tentang pemilu serta UU No 1 Tahun 2015 harus mampu menjawab anomali penyelenggaraan pemilu yang mencederai prinsip kebebasan serta hak asasi manusia. Karena ketika berkaca di tahun 2019 silam, kita dapat menemukan problematika penyelenggaraan pemilu yang harus dibenahi dari beberapa aspek.


Aspek pertama, penyelenggaraan pemilu harus dijalankan secara sistematis dan seefektif mungkin, karena ketika berkaca terhadap digelarnya pemilu serentak di tahun 2019 silam pemilih dibingungkan sistem penyelenggaraan teknis lima surat suara sekaligus saat memilih di TPS. Pemilih harus memilih pasangan calon presiden, anggota DPR, DPRD, hingga DPD dalam satu waktu. Sehingga penyelenggaraan pemilu kurang efektif untuk melahirkan kepemimpinan bangsa. Hal ini diakui oleh dunia dimana lembaga kajian Australia, Lowy Institute, menyebutkan pemilu di Indonesia merupakan “satu hari pemungutan suara paling rumit” yang pernah dilakukan;


Aspek kedua, durasi kampanye yang tidak efisien dan tersebarnya banyak berita hoax menjadikan perayaan demokrasi di Indonesia tidak sehat, karena rakyat hanya difokuskan memilih atas dasar kemarahan dan kekecewaan, bukan lagi atas rasionalitas. Sehingga yang seharusnya ruang public diisi dengan percakapan ide dan narasi yang sehat mengenai profil pemimpin, visi dan misi ketika menjabat serta gagasan apa yang ditawarkan untuk Indonesia 5 tahun kedepan sirna hanya karena ujaran kebencian dan amarah antara sesame anak bangsa;


Aspek ketiga, pemilu berdarah yang merupakan suatu kedzaliman terbesar terhadap hak asasi manusia harus segera dan sedini mungkin dicegah. Tercatat di tahun 2019 silam, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia mencapai angka 440 orang, sementara petugas yang sakit 3.788 orang. Secara keseluruhan petugas Pemilu 2019 yang meninggal mencapai 554 orang, baik dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) maupun personel Polri. Uraian korban jiwa tersebut tidak boleh hanya sebatas dimaknai dengan angka semata, namun itu semua adalah nyawa anak bangsa yang menjadi ruh ibu pertiwi kokohnya negara yang tercinta ini, sehingga di tahun 2024 nanti persoalan ini adalah persoalan serius yang harus diperhatikan dengan seksama oleh setiap anak bangsa terhadap penyelenggaraan pemilu serentak nantinya;


Aspek keempat, pemilu yang membentuk polarisasi harus segera diantisipasi sedini mungkin dengan melibatkan prinsip kepemimpinan Leiden Is Lijden untuk mewujudkan negarawan-neggarawan yang berjiwa besar dengan bersaing dalam kontestasi perpolitikan secara baik dan tidak mengorbankan rakyat dengan menjadikan keterbelahan sesama anak bangsa secara tajam hanya untuk meraih kepentingan pribadi atau kompoknya saja. Karena Indonesia adalah bangsa yang besar dan berdaulat serta menjunjung tinggi persatuan, maka seyogyanya kontestasi yang ada nantinya haruslah mendidik bangsa mengenai pendidikan politik dan bukan mencederai prinsip free and fair election yang kita sepakati bersama;


Sehingga diakhir kita semua telah mencapai kesimpulan bahwa Perwujudan kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui Pemilu sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih pemimpin melalui Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih dalam satu pasangan secara langsung serta memilih wakil rakyat yaitu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang akan menjalankan fungsi melakukan pengawasan, menyalurkan aspirasi politik rakyat, membuat undangundang sebagai landasan bagi semua pihak di NKRI dalam menjalankan fungsinya masing-masing, serta merumuskan anggaran pendapatan dan belanja untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut. Sebagai pilar utama demokrasi, Pemilu merupakan sarana dan momentum terbaik bagi rakyat, khususnya, untuk menyalurkan aspirasi politiknya, memilih wakil-wakil terbaiknya di lembaga legislatif dan Presiden/Wakil Presiden secara damai. Keberhasilan penyelenggaraan Pemilu serentak 2024 dan pelembagaan sistem demokrasi mensyaratkan kemampuan bangsa untuk mengelola politik dan pemerintahan sesuai amanat para pendiri bangsa untuk mewujudkan kemakmuran sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.

   



Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • FREE AND FAIR ELECTION SEBUAH PRINSIP MENJAWAB DINAMIKA ANOMALI PENYELENGGARAAN PEMILU SERENTAK DI TAHUN 2024

Terkini

Topik Populer

Iklan

Close x