Oleh Rahmat Nusantara
“Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Sebauh kalimat legendaris yang pernah di ucapkan oleh Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno. Sebuah kalimat yang menegaskan dan memperjelaskan bagaimana potensi dan semangat yang dimiliki oleh pemuda pada masa itu. Namun kini, delapan puluh tahun lebih setelah kemerdekaan, ada sebuah pertanyaan yang masih relevan untuk di pertanyakan, yaitu di mana sepuluh pemuda itu sekarang?.
Di tengah derasnya arus globalisasi dan banyaknya pengaruh buruk digital, sebagian besar pemuda justru tenggelam dalam kenyamanan dunia maya. Ruang-ruang diskusi masih banyak yang sepi, sementara ruang hiburan virtual kian padat. Banyak yang lebih sibuk mempercantik feed media sosial dibanding memperkaya gagasan. Padahal, di tangan pemudalah tersimpan harapan emas bangsa yang dulu begitu dijunjung tinggi oleh para pendiri negeri ini.
Namun dibalik permasalahan itu semua, bukan berarti tidak ada pemuda yang berjuang. Kita masuh bisa menemukan kriteria pemuda yang disebut oleh Ir. Soekarno tersebut. Masih ada dari mereka yang berdiri tegak dan siap untuk bergerak, menciptakan inovasi sosial, membangun bisnis dan menyalakan semangat perubahan, memberikan dampak nyata langsung kepada masyarakat atas apa yang dilakukan. Namun jumlah mereka terasa belum cukup untuk “mengguncangkan dunia” seperti yang diimpikan Soekarno. Mereka masih terjebak dalam minoritas, tenggelam oleh hiruk-pikuk generasi yang lebih sibuk mengejar eksistensi daripada kontribusi.
Kita memang hidup di era berbeda, dengan tantangan yang juga berbeda. Tapi nilai perjuangan, idealisme, dan keberanian seharusnya tidak luntur oleh zaman. Sepuluh pemuda yang dimaksud Soekarno bukan sekadar angka, melainkan simbol kekuatan kolektif anak muda yang berpikir besar dan bertindak nyata. Pemuda yang berani bermimpi untuk bangsanya, bukan hanya untuk dirinya sendiri.
Sudah saatnya kita bercermin, apakah kita termasuk dalam sepuluh itu? Apakah kita masih punya nyala untuk membawa bangsa ini melangkah lebih jauh? Atau kita justru menjadi generasi yang kehilangan arah, sibuk mencari validasi, dan lupa pada panggilan sejarah?.
Bangsa ini tak kekurangan sumber daya, melainkan kekurangan keberanian dan kepedulian dari generasi mudanya. Kita bisa saja menemukan sepuluh pemuda tersebut di sekeliling kita. Namun jika kita sulit mencari dimana sepuluh pemuda yang diimpikan Soekarno itu, mari kita hadirkan “sepuluh pemuda” itu dalam diri kita sendiri.
%20(1)-min.png)

%20(1)-min.png)
