terkini

Ads Google

Kisah Pilu Dibalik Ibu Yang Ditemukan Memakai Mukena Dan Anak Yang Sewa Alat Berat

Redaksi
12/04/25, 14:17 WIB Last Updated 2025-12-04T07:42:56Z


Oleh Adrian | Perdana Indonesia.


Di sebuah pagi yang basah oleh duka, seorang pria bernama Erik Andesra menahan napas di antara lumpur dan batu-batu besar yang mengubur desanya. Banjir bandang dan galodo yang menghantam Palembayan, Kabupaten Agam, bukan sekadar bencana alam—ia seperti jeritan bumi yang lama dipaksa diam.


Erik datang dari jarak delapan kilometer, bergegas tanpa peduli hujan atau jalan yang putus. Ia hanya ingin satu: menemukan ibunya yang hilang saat salat di rumah, beberapa jam sebelum air mengamuk seperti amarah yang tak tertahan.


Rumah itu tak lagi ada. Hanya lumpur, bongkah kayu, dan sisa-sisa kehidupan yang kemarin masih lengkap. Erik menggali dengan tangan kosong, dengan hati yang retak tapi tetap berjalan. Hingga akhirnya ia menyewa alat berat, membayarnya agar besi dan tenaga mesin menggantikan tangan yang tak lagi kuat.


Keesokan hari, ibunya ditemukan—dalam mukena, seolah baru selesai berdoa. Tubuhnya utuh, tidak tampak luka. Tenang, seperti seseorang yang hanya sedang tidur panjang dalam pangkuan bumi.


Namun siapa yang sesungguhnya harus kita tangisi? Ibu yang pergi dalam doa? Ataukah negara yang terlalu sering absen menyelamatkan ibunya sendiri: hutan, sungai, dan tanah yang memberi hidup? Di Agam, pepohonan ditebang demi keuntungan sesaat.


Bukit digerogoti, akar dicabut dari tanahnya. Lalu ketika hujan datang, siapa yang berdiri menahan banjir? Tidak ada. Pohon sudah dijual. Gunung sudah dirusak. Lahan berubah jadi angka dalam proposal pembangunan.


Tragedi ini bukan takdir semata. Ia adalah hasil dari rakus yang dilegalkan, dari proyek berjubah pembangunan yang lupa bahwa alam punya nyawa. Erik kehilangan ibu, adik, dan tiga keponakan.


Tapi kita—kita kehilangan nurani, jika hanya menyalahkan cuaca dan melupakan tangan-tangan yang membuka jalan bagi bencana.


Semoga kelak, sebelum satu desa lagi hanyut, kita berani berkata lantang: cukup sudah memperkosa hutan. Cukup sudah membungkam jerit sungai. Alam tak butuh pidato—ia hanya butuh diperlakukan seperti ibu: dilindungi, bukan dijual.


#GalodoAgam #BencanaLingkungan #SaveHutanSumbar #KeadilanIklim

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Kisah Pilu Dibalik Ibu Yang Ditemukan Memakai Mukena Dan Anak Yang Sewa Alat Berat

Terkini

Topik Populer

Iklan

Close x